Tentang Kamu

Assalamu'alaikum ^^
Haloooo haloooo....

Apa kabar hari ini? Semoga kalian yang membaca postinganku ini tetap semangat ya. :)
Sekarang aku mau ngebahas novelnya Tere Liye lagi nih yang judulnya Tentang Kamu. Sebenarnya masih ada lagi novel-novel dari bang Tere yang sudah aku baca dan belum aku bahas di blog. Mungkin nanti kali ya aku bahasnya, karena aku harus baca ulang, soalnya udah lama banget aku bacanya. hihihi... 

Akhir tahun lalu sempat heboh dengan beritanya bang Tere yang tak menerbitkan lagi buku-bukunya di penerbit dengan alasan pajak penulis yang dirasa lebih tinggi dibanding dengan profesi-profesi lainnya. Mendengar hal itu, sudah pasti buat aku sedih banget, apalagi aku mengagumi karya-karya beliau. Mana aku belum punya semua buku-bukunya, terutama untuk serial Bumi yang sampai saat ini aku belum mendapatkan Bumi dan Bulan. Melihat stok di toko buku juga sudah habis di bulan Desember kemarin, begitu juga dengan toko-toko online. 

Tapi, kemarin aku melihat postingan instagram di akun fan basenya bang Tere yang mengumumkan bahwa novel Pergi dan Komet akan segera di terbitkan beserta 28 buku Tere Liye lainnya akan dicetak ulang serta dijual lagi di toko-toko buku seluruh Indonesia mulai bulan ini (Februari). Wah, aku ngeliat postingan itu langsung seneng banget. ^^ 

Lanjut ya, sekarang aku mau bahas novelnya nih:

Judul: Tentang Kamu
Penulis:  Tere Liye
Penerbit: Republlika
Tahun Terbit: 2017
Jumlah Hal: 524 hlm
ISBN: 978-6020-8223-41

Novel ini berkisah tentang Zaman Zulkarnaen yang seorang pengacara di firma hukum yang berada di London. Ia ditugaskan untuk mencari tahu siapa yang berhak sebagai ahli waris dari seseorang klien yang sangat penting bagi tempatnya bekerja. Kliennya itu baru saja menghembuskan nafas terakhirnya beberapa jam yang lalu. 
Perjalanan Zaman dimulai dari kota Paris. Di sana ia menemukan buku diary serta foto-foto dari kliennya. Dari buku diary itulah Zaman menelusuri awal-awal kisah perkara hidup kliennya. Dari masa kecilnya klien yang tinggal di pulau Bungin, Surakarta, Jakarta, lalu ke London dan berakhir di Paris. 

Seperti biasa, aku tidak akan menceritakan lebih banyak lagi mengenai isi bukunya. Tere Liye lagi-lagi mengajarkan kita tentang kehidupan melalui buku-bukunya. Termasuk bukunya yang satu ini. Ketika aku membaca novel ini sampai selesai, aku merasakan sebuah emosi (bukan dalam artian marah) yang menggugah jiwa. aiih bahasa gue :v    Kisah hidup sang klien yang begitu memilukan sejak ia kecil sampai ia dewasa. Kisahnya begitu haru sampai-sampai aku beberapa kali meneteskan air mata. 

Awalnya sudah banyak teman-temanku yang sudah membaca novel ini. Mungkin aku termasuk kategori telat, apalagi sekarangpun aku juga telat untuk membahas novel ini. hehehe :p   Aku beli novel ini juga pas pada saat adanya book fair di Senayan, Jakarta. Pada saat itulah aku berjodoh dengan buku ini dan untungnya pada saat itu juga sedang diskon. hehehe lagi-lagi nyari diskonan :v

Novel ini  banyak sekali amanat yang dapat kita ambil. Seperti tentang kesabaran dalam menghadapi cobaan apapun, tetap berusaha dan melakukan yang terbaik walaupun kita terus gagal dalam mencoba. Setelah membaca novel ini pun aku jadi optimis dalam menjalani hidup. aiiih :v     Optimis itu wajib ya apalagi di dunia yang penuh persaingan ini. 

Nah ini ada beberapa kalimat-kalimat yang the best banget menurut aku; 
 "Terima kasih banyak atas pelajaran tentang kesabaran Bapak, Aku akhirnya memahaminya. Apakah sabar memiliki batasan? Aku tahu jawabannya sekarang. Ketika kebencian, dendam kesumat sebesar apapun akan luruh oleh rasa sabar. Gunung-gunung akan rata, lautan akan kering, tidak ada yang mampu mengalahkan rasa sabar. Selemah apapun fisik seseorang, semiskin apapun dia, sekali dihatinya punya rasa sabar, dunia tidak bisa menyakitinya. Tidak bisa." -Hal 48
"Saat kita sudah melakukan yang terbaik dan tetap gagal, apalagi yang harus kita lakukan? Berapa kali kita harus mencoba hingga tahu bahwa kita telah tiba pada batas akhirnya? 2x (dua kali), 5x (lima kali), 10x (sepuluh kali) atau berpuluh-puluh kali hingga kita tidak dapat menghitungnya lagi? Berapa kali kita harus menerima kenyataan, untuk tahu bahwa kita memang tidak berbakat, sesuatu itu bukan jalan hidup kita, lantas melangkah mundur? Aku tahu sekarang, pertanyaan terpentingnya bukan berapa kali gagal, melainkan berapa kali kita bangkit lagi, lagi dan lagi setelah gagal tersebut. Jika kita gagal 1000x (seribu kali), maka pastikan kita bangkit 1001x (seribu satu kali)." -hal 209-210

Komentar

Postingan Populer