[CERPEN] Karena Waktu
Haloooooo Readers...
Malam ini aku mau posting cerita pendekku nih. Sebenernya ini cerpen sudah coba dikirim ke majalah, tapi karena sudah 3 bulan tidak ada respon jadinya aku share di sini aja. Cerpen ini sebenernya ada 2 versi. Versi yang pertama itu versi editan yang dimana banyak potongan dialog dan latar, versi ini yang dikirim ke majalah. Mungkin itu sebabnya kali ya makanya ga ada respon sama sekali. huhuhu...
Versi yang ke dua adalah versi aslinya tanpa ada editan/potongan, nah versi yang asli ini yang akan aku share di sini. Maaf ya kalo ceritanya kurang seru atau kurang greget, maklum masih amatiran alias belajar. Hehe...
Oh iya, sampai lupa. Ada tambahan kisah tentang cerpenku ini. Awalnya dari seorang teman yang memiliki band indie. Nah, dia memintaku untuk membuat cerita dari salah satu lagunya kalau aku sempat. Kalau bisa dibikin novel, tapi karena draft novelku numpuk seperti baju-baju kotor yang belum dicuci, makanya biar lebih simple dibikin cerpen aja. Maaf yoo bro...
Yuk dibaca...
Karena Waktu
Created by : Puti P.
Inspired by : Fasthink Band
“Mungkinkah ku akan bertemu satu hati yang seperti dirimu?”
***
Terdiam dalam keheningan. Duduk bersandar pada kursi sambil menatap jendela. Terlihat lampu-lampu jalanan dan mobil yang berlalu lalang menghiasi kota yang gelap ini. Sayangnya, rembulan tak hadir. Terdengar suara langkah kaki yang memecahkan keheninganku dan suara itu terhenti.
"Lo lembur hari ini?" Aku menoleh ke arah suara itu. Terlihat seorang lelaki dengan baju kemeja garis hitam-putih yang telah duduk di atas pinggiran mejaku. Ia adalah Harris Fauzan. Rekan kerjaku sekaligus sahabat baikku di sini.
"Iya, gue lembur hari ini." jawabku dengan nada malas. Aku mengetahui Harris sedang memperhatikan sekelilingku dan melihat mejaku yang sudah tertata rapi. "Lo mau ngerjain apa lagi? Komputer lo aja udah dimatiin." tanyanya dengan alis terangkat.
"Dasar, tau aja lo." ucapku dengan tawa kecil.
"Gue laper nih, makan yuk." ajaknya sambil bangkit dari mejaku. Sebenarnya, aku malas sekali untuk beranjak dari kursiku, tapi aku baru menyadari bahwa perutku belum diisi sejak siang tadi.
"Baiklah." Kami pun pergi menuju restaurant yang tak jauh dari kantor.
***
“Lo tunggu disini ya sampai pesanannya dateng! Gue mau ke toilet dulu.” ucap Harris.
“Oke.” Aku pun menoleh ke sekeliling ruangan hingga mataku terhenti pada seorang gadis dengan blouse merah muda yang sedang duduk bersama dengan rekan-rekannya. Rambutnya yang terurai panjang dan wajahnya yang dihiasi dengan senyuman dari bibir merahnya. Mataku seolah-olah terhipnotis oleh gadis itu. Hingga tak sadar bahwa Harris sudah kembali ke kursinya.
“Hoy, ngeliatin apaan lo? Nyampe ga ngedip gitu.” ucapnya dengan melambaikan tangan ke depan mukaku. Aku pun tersadar dari pandanganku. “Oh ngga, bukan apa-apa.” jawabku sambil menundukkan kepalaku dan memulai menyantap makanan yang di pesan.
Harris sangat penasaran sekali dengan apa yang kulihat tadi. Ia menengok ke arah yang ku tatap. Tak lama kemudian ia tersenyum padaku. “Lo abis ngeliat cewe yang di ujung sana ya?” tanyanya penasaran padaku.
“Ngga, bukan dia.” jawabku berkilah.
“Masa sih?” ucapnya sambil tersenyum kepadaku seolah-olah ia mengetahui sesuatu dariku.
***
Terdengar suara yang membuatku terbangun dari tidur. Aku ulurkan tanganku dari balik selimut ke meja yang berada di samping tempat tidurku, untuk mengambil alarm dan mematikannya. Namun, sesaat kemudian terdengar lagi suara bising yang membuatku sangat kesal. Aku mencari suara itu dan ternyata suara itu berasal dari ponselku.
“Halo... Ada apaan sih pagi-pagi nelpon? Gangguin aja!” tanyaku kesal.
“Pagi? Sekarang udah siang, bro! Dasar kebo!” Aku pun melihat jam yang tertera di ponselku. “Yaelah, sekarangkan hari libur. Gak apa-apa kali kalo bangun siang.” jawabku ngeles.
“Bisa banget lu yee... Oh iya, nanti sore gue tunggu lo di cafe tempat biasa ya!”
“Ada apaan sih emang?”
“Udah dateng aja. Lo mau seharian di rumah? Tumben-tumbenan lo.”
“Iya, nanti gue dateng.” Pembicaraan pun usai. Aku yang masih malas untuk bangkit dari kasur tercinta ini, memutuskan untuk tidur kembali.
***
“Oii...” Terdengar suara yang sedang memanggil seseorang. Aku pun menoleh ke arah suara itu. Terlihat Harris sedang melambaikan tangan kepadaku.
“Sorry, gue telat.”
“Santai aja, bro.”
“Berdua aja nih?”
“Ngga kok, nanti juga pada dateng.” ucapnya sambil menyeruput secangkir kopi miliknya.
Beberapa lama kemudian, terlihat tiga gadis cantik menghampiri kami. Pandanganku tertuju kepada salah satu gadis diantara mereka bertiga. Dia sangat tak asing bagiku.
“Hai... Maaf ya udah nunggu lama.” sapa salah seorang gadis yang duduk dekat dengan Harris. “Ia ngga apa-apa. Santai aja.” ucap Harris dengan manis kepada gadis itu.
“Lo kok bisa kenal sama mereka?” bisikku kepada Harris.
“Bisa lah. Cewe yang di samping gue ini, dulu itu gebetan gue.” ucap Harris sambil tersenyum girang.
“Guys, kenalin nih temen gue. Namanya Alvaro, biasa dipanggil Varo.” ucap Harris sambil memperkenalkanku kepada tiga gadis itu.
“Hai...” ucapku sambil berjabat tangan dengan mereka. Mungkin, ini adalah moment yang tak akan terlupakan untukku. Gadis yang kulihat pada malam itu kini berada tepat di hadapanku. Tangannya begitu halus dan terdengar suara lembut ketika ia mengucapkan kata“Zyra”.Ya, itulah namanya.
Perkenalan ini sepertinya sudah direncanakan oleh Harris. Aku sangat berterima kasih padanya. Tak cukup rasanya jika hanya bertukar nama. Aku pun memberanikan diri untuk bertukar pin BBM dan nomor teleponnya.
***
Waktu terus berputar. Tak terasa aku semakin dekat dengannya, hingga kami memiliki waktu untuk bertemu setiap akhir pekan. Hari ini tanggal 31 desember 2011, aku berencana untuk mengajaknya ke suatu tempat yang sudah ku persiapkan untuknya.
Untunglah matahari ini tidak terlalu terik. Aku sudah berada di rumah Zyra dan meminta izin kepada orang tuanya untuk mengajak Zyra pergi hingga larut malam. Walau agak sulit, setidaknya berhasil. Aku melihat Zyra keluar dari kamarnya. Ia benar-benar sangat cantik. Aku terpesona dibuatnya.
Perjalanan begitu amat sangat lama. Macet sudah melanda ibukota sejak tadi sore. Ia tampak tak masalah dengan keadaan kota. Akhirnya kami pun sampai di tempat tujuan. Aku meminta Zyra untuk memakai penutup mata ini sampai tiba di tempat yang ku maksud. Gedung ini memang tinggi dan aku hanya menyewa di lantai paling atas. Lebih tepatnya di atap gedung ini.
Menyewa atap itu juga tak mudah. Aku harus meminta bantuan kepada temanku, Harris. Ia tinggal di gedung ini. Lagi-lagi aku harus berterima kasih banyak padanya. Aku dan Zyra sudah sampai di atap gedung yang tak sebegitu mewah dengan lantai-lantai di bawahnya.
Aku menuntun Zyra untuk duduk di sofa sederhana yang telah ku siapkan. Perlahan aku membuka penutup matanya. Ia pun terkejut melihat keadaan sekitarnya. Terdapat lampu-lampu hias berwarna-warni terpasang di pinggiran atap dan di sekeliling sofa. Terhidang pula beberapa makanan dan minuman di meja yang dihiasi dua lilin aroma terapi serta karpet yang menjulur ke arah pinggiran atap di hadapannya.
“Waw... Bagus banget! Ini semua kamu yang buat?” tanyanya dengan raut wajah yang kaget dan senang.
“Iya, tapi dibantu sama Harris sih.” jawabku malu. Suasana pun menjadi canggung.
“Sambil nunggu, enaknya kita ngapain yah?” tanyaku memecah kecanggungan.
“Emang kamu mau ngapain?” tanyanya kembali. Aku pun tertawa kecil melihat wajah polosnya.
“Kalau gitu boleh ga aku nanya-nanya ke kamu?”
“Udah kaya wartawan aja nanya-nanya segala. Mau nanya apa?” ledeknya.
“Kamu pernah bermimpi atau bercita-cita ingin menjadi apa?”
“Kepo deh.” ledeknya diiringi tawa riangnya.
“Ga boleh ya kepo? Kan sekarang aku jadi wartawan.”
“Boleh kok, tuan wartawan.” ledeknya lagi.
“Jadi apa jawabannya?”
“Mungkin sekarang impiannku hanya ingin membuat orang-orang di dekatku tidak terluka dan terbebani.”
“Kenapa begitu? Lalu, setelah lulus kuliah nanti kamu ga ada rencana apapun?”
“Setelah lulus, aku ingin jadi bintang.”
“Bintang? Artis maksudnya?”
“Iya. Ini sekarang lagi diwawancara.” ledeknya lagi dengan tertawa riang. Entah kenapa setiap aku melihatnya tertawa, aku merasa senang melihatnya.
“Serius dong. Bercanda mulu nih dari tadi.”
“Ngapain sih dibawa serius. Kan jadi ga enak.”
“Iya deh iya. Aku ngalah.”
“Kamu liat deh bintang di atas sana. Cantik kan kaya aku?” ucapnya diselingi senyum manisnya.
“Iya, bintang itu cantik banget kaya kamu. Kalau kamu bintang yang berada di sana, berarti kita jauh dong?”
“Iya, jauuuuuh banget.”
“Kenapa kamu mau jadi bintang?”
“Karena bintang itu walaupun terlihat kecil, ia bisa menghiasi langit yang gelap ini. Kalau aku jadi bintang yang di sana, kamu mau mandangin aku terus ga?”
“Jangankan kamu jadi bintang yang jauh di sana, aku mau mandangin kamu yang ada di hadapanku.”
“Gombal.” ledeknya lagi. Kami pun sama-sama tertawa. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 00.00 WIB. Tampak dari ke jauhan kembang api yang sudah betebaran di langit. Zyra begitu asyik melihat pemandangan itu sedangkan aku hanya melihat wajahnya.
Aku ingin mengutarakan sesuatu kepadanya malam ini. Entah kenapa bibirku tak ingin mengucapkannya. Mungkin harus ku tahan di waktu yang tepat. Zyra pun menatap ke arahku dan kami saling berpandangan. Ia mengeluarkan senyum manisnya padaku. Ia membuat suasana hatiku menjadi hangat dan nyaman.
***
Setelah hari itu, kami jarang bertemu. Bukan karena kejadiaan pada saat itu, tetapi karena kesibukanku yang semakin padat di awal tahun ini. Aku menyempatkan waktu untuk menghubunginya dan ia memahami waktuku.
Hari yang ku persiapkan sudah hampir tiba. Aku merasa heran, sudah dua bulan ini ia tidak memberi kabar, bahkan membalas pesanku pun tidak. Aku mencoba untuk mencari tahu keadaannya melalui teman-temannya, namun meraka hanya menyarankanku untuk datang ke rumahnya.
Sesampainya di rumah Zyra, aku bertemu dengan ibunya. Melihat raut duka di wajah sang ibu, membuatku khawatir dan penasaran. “Kamu bagaimana kabarnya? Sudah lama ngga keliatan.” tanyanya lirih.
“Baik bu. Maaf bu, saya lagi banyak kerjaan jadi ngga sempet main. Ibu gimana kabarnya?”
“Yah beginilah nak.”
“Zyra kemana ya bu?” tanyaku penasaran. Sang ibu hanya terdiam menatapku. Ibu membuka kamar Zyra dan menyuruhku masuk. Di dalam aku tak menemukan Zyra, lalu aku menoleh ke arah ibu yang sudah berdiri di depan meja yang tak jauh dari tempat tidur Zyra. Ia pun mengambil sebuah kotak berwarna hitam dari atas meja itu dan memberikannya padaku. Aku membuka kotak itu, sebuah gelang cantik berada di dalamnya.
“Itu Zyra yang buat. Katanya khusus buat kamu dan jangan sampai hilang. Tolong disimpan dengan baik.” ucap ibu dengan menahan rasa sedihnya.
“Iya bu, tapi ini maksudnya apa ya? Zyra kemana bu?” tanyaku sangat penasaran. Ia pun kembali diam. setelah menghela nafas panjang, ibu menjelaskan bahwa Zyra sudah pergi dan hanya meninggalkan gelang itu untukku. Ia pergi karena penyakit kanker otak yang sudah ia derita 2 tahun yang lalu. Mendengar penjelasan dari ibu, membuat hatiku sakit. Kenapa ia tidak menceritakan penderitaannya padaku? Tubuhku lemas dan pikiranku mulai kacau.
“Maaf nak. Zyra minta maaf padamu karena ia tak memberitahukannya padamu. Tak hanya kepadamu tetapi juga pada teman-temannya. Ia tak ingin kamu merasa terbebani.” ucap ibu sambil menahan tangisnya.
***
Hari ini tepat tanggal 28 maret 2012, hari di mana Zyra bertambah umurnya. Aku berada di tempat peristirahatannya . Sungguh tubuh ini tak kuat lagi untuk menahan rasa sakit ini.
“Hai Zyra... Apa kabar? Kamu pasti baik-baik aja kan?” tanyaku dengan menahan tangis.
“Ra, selamat ulang tahun ya. Mungkin do’anya bukan panjang umur lagi, tapi semoga kamu bahagia selalu di sana. Aku punya hadiah loh untuk kamu. Kamu liat kan bunga mawar ini cantik banget, kaya kamu. Coba deh hitung ada berapa? Jumlahnya sama kaya tanggal hari ini.” Aku tersenyum tipis dan menaruh bunga mawar itu di dekatnya.
“Ra, oh iya, aku mau ngomong sesuatu sama kamu. Maafin aku, mungkin aku terlambat. A... Aku... selama ini sayang sama kamu....” ucapku terhenti dan air mataku jatuh begitu saja.
Aku benar-benar sangat menyesal. Andaikan waktu itu ku ungkapkan rasaku padamu mungkin rasanya takkan seperti ini. Karena waktu telah membuatnya menjadi penyesalan yang amat dalam bagiku. Kini aku tak bisa melihatmu lagi. Canda dan tawamu membuatku semakin rindu padamu. I miss you, Zyra.
-END-
Maaf ya kalo kurang menarik, seperti makanan tanpa bumbu. :"
Oh iya, sekalian nih aku promosiin bandnya... hehe
Nah ini Official MV (Music Video) dari Fasthink Band [ada di youtube]
yang ini performnya...
Terima Kasih sudah menyempatkan membaca ceritaku...^^
Komentar
Posting Komentar