[Cerpen] Jingga

Jingga

“Bukankan sudah ku bilang, hari ini aku sangat sibuk dan aku tak bisa melakukannya.” Pembicaraan pun terputus. Aku hanya menatap heran layar ponsel dan kembali duduk di kursiku. Gadis itu benar-benar gila. 
       Ketika aku hendak pulang dan menuju parkiran yang di luar gedung, aku melihat seorang gadis berambut panjang sebahu sambil memperhatikan jam tangannya berdiri di luar pintu masuk gedung. Emily menoleh ke arah ku dan ia tersenyum melambaikan tangan.
       “Sedang apa kau di sini? Tanyaku heran.
       “Menunggumu.”
       “Untuk apa kau menungguku? Aah... pasti tentang hal itu lagi. Aku tidak bisa melakukannya.”
       “Ayolah! Ku mohon. Hari sabtu ini kau tidak ada kegiatan kan?”
       “Entahlah.” Aku berjalan dan langsung memasuki mobil. Tak kusangka ia juga masuk ke dalam mobilku. Tapi, karena sudah larut malam tak mungkin aku membiarkannya pulang sendiri.
       “Kau sama sekali tidak ingin mengabulkan permintaanku?” tanyanya dengan wajah yang memelas. Aku terdiam dan tak ingin menjawabnya. Hanya pertanyaan itu yang selalu ia tanyakan setiap harinya kepadaku. Hingga aku malas sekali untuk menjawabnya. Suasana pun menjadi hening. 
       Sampai hari sabtu ini, aku tidak menerima telepon ataupun sms darinya. Apakah ia sudah menyerah? Tak lama kemudian, handphone-ku berbunyi. Akhirnya ia mengirimiku pesan yang isinya memintaku untuk datang ke tempat yang ia maksud selama ini.
       Aku mencoba mendatangi tempat itu. Di sebuah taman di tengah kota. Aku melihat Emily bersama seorang gadis memakai dress putih selutut.
       “Akhirnya kau datang juga.” Ucap Emily dengan riang.
       “Ada apa kau menyuruhku kemari?”
       “Kau ingat dia?” tanya Emily pada gadis itu. Gadis itu terdiam menatapku dan menggelengkan kepalanya. Gadis itu adalah Vlora, sahabat baik Emily dari sejak kecil. Aku terkejut melihatnya yang tidak mengenaliku. Kami sudah saling mengenal sejak dibangku kuliah. Mana mungkin ia lupa padaku.
       Aku melihat Emily membisikkan sesuatu ke telinga Vlora, sepertinya ia sedang menjelaskan sesuatu padanya. “Benarkah?” tanya Vlora dengan suara penasaran kepada Emily. Mereka pun langsung menatapku. Aku sangat bingung dengan kejadian ini.
       “Ada apa ini? Bukankah katamu hari ini aku harus kencan buta?”
       “Iya benar, kau harus kencan buta dengan dia.” Jawabnya dengan melirik ke arah Vlora.
       “Apa? Tapi, ada apa dengan dia? Kenapa dia bisa tidak ingat denganku?”
       “Itu sebabnya aku memintamu untuk berkencan dengannya. Untuk lebih jelasnya kau bisa tanyakan langsung dengannya. Aku percayakan ia padamu. Oke?”
Aku semakin penasaran dan bingung. Aku harus berkencan dengan seorang wanita yang lupa denganku. Yang benar saja. 
        “Aku pamit ya.” Ucapnya kepadaku dan Vlora. Sebelum ia pergi, ia membisikkan “Jaga dia baik-baik. Jangan membuatnya terluka. Awas kau sampai melukainya.” Aku menoleh ke arah Vlora yang bingung dan ragu.
       “Apa kau baik-baik saja?” tanyaku.
       “Iya.” Seketika suasana pun menjadi hening. Tidak biasanya aku terdiam ketika bertemu dengan orang yang ku kenal ataupun tidak.
       “Kau tahu alamat rumahku?”
       “Iya, aku tahu. Kau ingin pulang?”
       “Iya, tapi sebelum itu aku ingin makan di restoran yang di dekat kampus.”
       “Kau ingat tempat itu atau Emily yang memberitahumu?”
       “Aku tahu dan bukan Emily yang memberitahunya. Aku hanya ingat apa yang aku lakukan di masa lampau, tetapi aku tidak ingat orang-orang yang aku kenal selama ini termasuk Emily.”
       Aku ingin menanyakannya lebih lanjut, tetapi aku terlalu banyak bertanya. Aku takut ia akan bosan dan tidak ingin memberitahuku. “Sepertinya kau heran kenapa aku bisa tidak ingat dengan orang-orang yang aku kenal selama ini ya?” tanyanya yang sepertinya mengetahui kalau aku penasaran dengan apa yang dialaminya. Aku pun mengangguk untuk menjawab pertanyaannya.
       “Maafkan aku yang tidak memberitahumu. Aku tidak ingin kau khawatir. Seperti halnya Emily yang sangat khawatir setelah ia tahu kondisiku pada saat itu dari Ibuku. Aku mengidap Thalassemia Mayor yaitu kelainan darah yang di wariskan dari orang tuaku, aku baru mengetahuinya sejak aku duduk dibangku SMA. Karena kondisiku semakin parah, aku disarankan untuk operasi transplantasi sumsum tulang belakang dan membuatku tidak mengingat orang-orang yang aku kenal.” Aku tercengang mendengarnya. Sejak saat itu kami jadi sering bertemu dan semakin dekat.      
       “Bukankah kau menyukai Emily? Kalian saling mencintai kan?” tanya Vlora secara tiba-tiba dan terlihat enggan pada saat menayakannya. Mulutku membisu mendengar pertanyaannya. Ia tersenyum padaku dan pamit untuk masuk ke dalam rumah.
        Iya, aku memang benar-benar menyukai Emily dan kami saling mencintai. Akhir-akhir ini sikap Emily semakin aneh. Ia sama sekali tidak menghubungiku, bahkan ia selalu menolak untuk bertemu denganku. Apakah ia bersikap seperti itu karena aku terlalu dengat dengan Vlora?.
       Aku mencoba menunggu di loby kantornya sore ini sebelum ia pulang. Aku melihatnya keluar dari lift dan langsung menghampirinya. Ia kaget melihatku dan mencoba mengabaikanku, tetapi aku menariknya keluar gedung. “Kenapa kau menghindariku?” tanyaku kesal.
       “Aku sibuk.”
       “Sibuk? Tetapi kenapa kau mengabaikanku tadi?”
       “Untuk apa kau kemari?”
       “Hei, jawab dulu pertanyaanku!”
       “Aku sangat lelah sekarang dan aku sedang tidak ingin diganggu. Sudahlah, aku sedang tidak ingin berdebat denganmu.”
       “Apa karena aku terlalu dekat dengan Vlora?”
       “Kenapa kau membawa Vlora? Dia sama sekali tidak ada sangkut pautnya. Aku hanya lelah dan terlalu sibuk.” Ia pun pergi meninggalkan ku dengan menaiki taksi sampai-sampai aku tidak bisa mengejarnya. Aku mencoba untuk terus bertemu dengannya, tetapi ia selalu saja menolakku.              
       Hari ini aku mendapat pesan dari Vlora yang mengabarkan bahwa Emily akan pergi dari negara ini. Aku pun bergegas menuju bandara. Aku melihat Vlora disana, sejenak ia melihatku setelah itu ia berlalu pergi.
       “Kau ingin pergi meninggalkan kami?”
       “Maafkan aku, aku harus melanjutkan study ku.”
       “Apa kau sudah tidak mencintaiku lagi?”
       “Kau tidak perlu menanyakan itu kepadaku. Perasaanku kepadamu tidak sebesar perasaan Vlora kepadamu. Kumohon, jagalah dia. Aku pamit.” Ia pun pergi dari negara ini.
***
      “Bagaimana kau tahu aku disini?” tanya Vlora heran.
      “Apa sekarang kau lupa sudah seberapa dekatkah kita selama ini?” tanyaku tersenyum dan tertawa bersamanya.   
       “Aku penasaran, apa yang dibisikkan Emily pada saat kau bertemu denganku di taman?”
       “Ia membisikkan bahwa kau adalah cinta pertamaku.”
       “Lihatlah jingga itu aku sangat menyukainya.” Ucap Ronal.
       “Aku juga.”
Maafkan aku Emily. 
Selesai.

Komentar

Postingan Populer